Nilai-Nilai

Nilai-Nilai

Nilai-Nilai Yang ingin diwujudkan

  1. . Setiap anggota merasakan sentuhan kasih Tuhan. Dan kasih itu pula yang mewarnai hubungan tiap anggota, bahkan menjadi pola hidup setiap orang, pengasih. Karena kasih orang mau kenal dan akrab. Hubungan yang akrab itu berkembang menjadi persaudaraan. Persekutuan yang dibangun dari rasa persaudaraan yang kental mewujudkan persekutuan yang guyub.
  2. . Gereja, awalnya ada karena pengurbanan Kristus. Tuhan Yesus memberi diri-Nya untuk umat, kemudian umat menjawab pemberian Tuhannya ini. Caranya dengan memberi diri kepada Tuhan dan sesama yang dicintai Tuhan. Umat saling mendukung satu sama lain, secara rohani maupun jasmani (bdk., gaya hidup jemaat mula-mula Kis. 2: 41-47). Kesediaan berbuat sesuatu bagi kesejahteraan sesama. Guyub tidak akan tercipta dalam gereja apabila anggotanya tidak mau saling berkurban. 
  3.  
  4. Anti kekerasan. Tuhan turun ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Dan jalan yang dipilih Tuhan adalah jalan anti kekerasan. Sebab, kekerasan, baik secara fisik maupun mental menghancurkan martabat manusia, membuat manusia lain kurang berharga sehingga layak menerima tindakan kekerasan.
  5. Kesederhanaan (ugahari). Gaya hidup yang ditunjukkan Tuhan selama menjadi manusia adalah gaya hidup yang bersahaja, tidak berlebih-lebihan. Yesus memakai segala yang ada (pakaian, rumah, kasut) untuk menopang hidup-Nya dan peran-Nya, bukan sebagai tujuan untuk dimiliki.
  6. Memurnikan. Salah satu ciri khas Gereja Reformasi adalah semper reformanda, terus-menerus memurnikan diri. Kehidupan di kota besar turut membentuk gaya hidup penduduknya, salah satunya gaya hidup serba semu. Media, iklan, pasar besar (mal), dugem menunjukkan gemerlap kota Jakarta, tetapi di balik itu ada kebobrokan moral, ketidak adilan, kerja keras sejak pagi sampai malam, keterasingan. Di kota besar yang diutamakan adalah aktivitas ekonomi. Hal ini membentuk gaya hidup manusia jadi berorientasi pada nilai ekonomis, orang diukur dari manfaat apa yang bisa ia berikan pada kelompok, begitu juga dengan relasi dan kegiatan rohani. Ukurannya sejauh mana kegiatan itu atau relasi itu memberi manfaat pada saya. Gereja hadir untuk memurnikan dengan terus berusaha setia pada Tuhan dan setia kepada manusia dalam berbagai konteksnya.
  7. , artinya gereja mengupayakan kemandirian dalam tiga sumber daya penting: manusia, teologia dan dana demi keberlangsungan kehidupan gereja Kristus.
  8. Missioner. Gereja dipanggil bukan untuk berkumpul, atau untuk keuntungan pribadi, melainkan untuk mengabarkan Kerajaan Allah. Setiap orang dipanggil menjadi saksi bahwa Allah menyentuhkan cinta-Nya dalam hidup manusia sehingga manusia menjawab seutuh-utuhnya(ketika bergaul, ketika bekerja, saat berpikir apapun, saat santai atau stress, dalam segala aspek kehidupan dan sejak awal hidup sampai akhir hayat). Perintah Tuhan dalam penutup Injil Matius, “…baptislah mereka …” (Matius 28: 19) bukan berarti memasukkan orang jadi anggota gereja, melainkan umat diutus membagikan pengalaman kesehariannya dengan Tuhan. Melalui hal itu, orang mengalami pertobatan terus-menerus (baptisan—proses bertobat, pembaruan diri, lahir baru). Pengalaman dengan Tuhan itu dibagikan melalui perbuatan dan keteladanan hidup (segala aspek kehidupan) sehingga orang mau datang menyambut kasih Allah.  
  9. Berdayatahan. Gereja bagaikan bahtera mengarungi samudera. Banyak tantangan yang dihadapi oleh Gereja. Adakalanya Gereja berkompromi, dan terhanyut arus jaman. Namun, perlu diakui bahwa Gereja sepanjang hidupnya disertai oleh Allah. 
  10. Berdaya pikat. Ada kalanya demi menjaga kemurniaan, atau menjaga ajaran dan tradisi, Gereja menjadi kaku, tidak bertumbuh, dan tidak menarik. Gereja dapat mengemas kegiatannya dengan menarik sehingga memikat orang untuk datang.
  11. Kepeloporan, menghadirkan perubahan sosial penting di masyarakat dan bangsa. Karena itu, dalam konteks kekinian, nilai kepeloporan mesti terus dipertahankan dan dikembangkan dalam kehidupan bergereja, bermasyarakat, dan berbangsa di Indonesia. Sambil mengupayakan keseimbangan antara memelihara tradisi dengan menerima kekinian.
  12. Bela rasa dan kemanusiaan, setiap umat harus mengembangkan sikap berbela rasa kepada kelompok yang terpinggirkan (secara sosial-ekonomi-politis) karena di dalam mereka Yesus Kristus menyatakan dan mengidentifikasikan diri; bela rasa merupakan ungkapan gereja yang berusaha mengupayakan kesejahteraan dan keselamatan manusia sebagai ciptaan Tuhan.
  13. Keramahan, setiap umat didorong untuk menghidupi dan mengembangkan cara hidup yang terbuka dan menerima semua pihak tanpa menaruh prasangka dalam rangka mengembangkan hidup bersama di tengah pluralitas masyarakat Indonesia
  14. Toleransi, keterbukaan dan Kesetaraan, toleransi dibangun di atas dasar bahwa perbedaan adalah hal yang wajar dalam kehidupan bersama; umat didorong berusaha menghormati, menghargai, dan mampu memahami dan menerima perbedaan dalam semangat yang membangun dan selalu mengupayakan dialog untuk titik temu bagi setiap perbedaan, dan bukan sebaliknya dengan cepat mengupayakan pemisahan. Kesetaraan di sini mencakup aspek gender, agama, ras, dan klas sosial; mengembangkan kepekaan dan menerapkan kesetaraan di dalam segala kiprah kehidupannya, baik dalam internal maupun eksternal; kesetaraan itu mesti diterapkan dalam aspek hidup bergereja, maupun di dalam cara-cara penyelesaian yang dihadapi gereja secara internal dan eksternal; untuk penyelesaian masalah harus mengembangkan sikap musyawarah sebagai salah satu metode penting, supaya dihasilkan keputusan yang saling berterima.
  15. Pengampunan dan penerimaan, salah satu wujud kasih adalah pengampunan; gereja harus selalu membuka tangan bagi setiap pertobatan yang lahir dari kesadaran dengan cara mengampuni, memberi tempat dan memulihkan relasi dengan setiap orang yang sudah menyatakan tobat.

Ibid., 90.

x